Bisniscorner.com – Ketika kami datang, lelaki tua berusia 88 tahun itu masih terbaring di tempat tidur. Beberapa tahun terakhir, dia tak bisa lagi berjalan. Tubuhnya mulai lemah. Giginya berangsur punah, sehingga berpengaruh pada intonasi dan lafaz atau kata-kata yang diucapkannya.
Tapi semangatnya masih luar
biasa. Jika bicara, daya fikirnya sering menjelajah belahan dunia. Meski tak
bisa lagi ke mana-mana, lelaki ini menyedekahkan diri untuk menerima tamu di
rumahnya. “Sisa-sisa hidup saya, akan saya wakafkan bagi siapapun yang
datang ke sini,” katanya.
Saat kami berkunjung ke kediamannya, lelaki ini berpindah ke kursi
roda. Dibantu oleh seorang anak perempuan dan cucunya, dia menyambut kami di
teras rumahnya yang sempit. Dia tersenyum lebar. Matanya tampak sedikit berair.
Tak tahu apa karena sedih atau sedang bahagia. Atau pula karena rindu akan masa
lalunya.
Lelaki itu adalah H Muhammad
Tok Wan Haria (TWH). Seorang veteran dan wartawan senior di Sumatera Utara.
Sejak 2019 lalu, ayah 6 anak kelahiran Aceh Utara, 15 November 1932 ini, mengaku
menghabiskan seluruh sisa hidupnya dengan menjadi tuan rumah di Museum
Perjuangan Pers Sumatera. TWH menyulap rumahnya yang tak terlalu besar, menjadi
museum pers yang hanya bisa dihitung jari di Indonesia.
Dengan senyum tulus, TWH
menerima kami dan rombongan yang hadir di rumahnya. Bersama saya ada Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DI
Aceh, Tarmilin Usman, Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Riau, Zufra Irwan, dua
Komisioner KIP Sumut, Eddy Syahputra Sormin dan Abdul Jalil. “Mimpi apa
saya bisa bertemu dengan pendekar-pendekar pers ini,” kata TWH dengan mata
yang sudah separuh basah.
TWH bercerita, keinginan untuk
membuat museum pers ini sudah lama diidamkannya. Tapi tak pernah kesampaian.
Dia sudah menghubungi banyak orang, banyak pejabat, banyak tokoh dan pengusaha.
Tapi di antara orang-orang yang dihubungi, tak banyak yang berminat atau
membantu. TWH pun letih sendiri. Akhirnya, dalam kegalauan, dia memutuskan
menjadikan rumahnya di Jalan Sei Alas Sikambing No.6 Medan Petisah, sebagai
Museum Perjuangan Pers Sumatera.
“Tak akar rotan pun jadi.
Tak emas bungkal diasah. Tak jenjang kayu dikeping. Tak dapat numpang di Balai
Kota Medan, ya di rumah sayalah,” ujar TWH yang menjadi wartawan sejak
tamat SMA, berpetatah.
TWH menuturkan, sejak museum
ini dibuka, tak banyak pejabat yang datang. Kalau dari kalangan praktisi pers,
mana yang sempat saja. Tapi pelajar dan mahasiswa, hampir dua ribuan yang
berkunjung. Ini yang membuat TWH senang. Apalagi beberapa mahasiswa USU
(Universitas Sumatera Utara) dan beberapa universitas lainnya, menjadikan data
di museum sebagai bahan skripsi mereka.
Ketika Hari Pers Nasional
(HPN) 9 Februari 2021 lalu, Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah, sempat
berkunjung ke museum. Musa mengaku terpukau melihat berbagai koleksi surat
kabar lama serta tokoh-tokoh pejuang pers dan pejuang kemerdekaan RI di
Sumatera yang dipajang di museum. Ketika
itu Musa mengatakan, rumah pribadi TWH ini terlalu kecil untuk museum.
“Tempat ini tidak layak
menampung semua koleksi TWH. Saya janji mendiskusikan masalah ini dengan Gubernur Sumut, Pak Eddy Rahmayadi. Saya akan
mengupayakan lokasi yang bisa menampung banyak koleksi pers dan terbilang
lengkap ini,” janji Musa ketika itu. TWH pun terharu dan tidak mampu
membendung tangisnya.
Ketika Bobby Nasution akan
maju sebagai Wali Kota Medan, dia juga berkunjung dan meminta doa restu dari
tokoh Pers Sumut ini, agar terpilih jadi Walikota. Meski hujan lebat, Bobby tetap mendatangi
kediaman TWH. Dia disambut pemilik rumah dengan mengenakan baju pejuang,
lengkap dengan atributnya. Ketika itu TWH mendoakan agar Bobby terpilih sebagai
orang nomor satu di Kota Medan.
TWH juga berharap pada Bobby,
jika dia terpilih jadi Walikota, bisa membuat kebijakan agar Balai Kota dijadikan Museum Kota Medan. Karena saat ini,
tempat itu telah berubah menjadi restoran, sehingga nilai sejarahnya hilang.
“Saya sungguh meminta,
jika Pak Bobby menang, bisa mengembalikan fungsi balai kota sebagai museum dan
objek sejarah,” harapnya saat itu.
Sesungguhnya, kedekatan TWH
dan cita-citanya mendirikan Museum Pers, karena dia adalah bagian yang tak
terpisahkan dari profesi wartawan. Dari catatan Tribun Medan, sejak kecil, TWH
sudah akrab dengan dunia komunikasi. Apalagi ayahnya adalah Kepala Penerangan
Tentara Resimen Divisi X yang juga seorang wartawan di Media “Seruan
Kita”.
Pada usia 16 tahun, TWH ikut
jejak ayahnya menjadi wartawan di Aceh. Beberapa tahun kemudian, dia pun masuk
menjadi tentara. Dalam rapat yang dilakukan
Presiden Soekarno di Bireun tahun 1948, dia ditugaskan menjadi Tentara
Penerangan untuk penerimaan berita maupun foto serta memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai kondisi Indonesia pada era kemerdekaan.
Setelah agresi Belanda
berakhir, TWH pindah ke Medan. Tahun 1950, dia melanjutkan pendidikan di SMP
Josua dan kemudian masuk ke SMA Tagore. Usai pulang sekolah, TWH memberanikan
diri untuk melamar pekerjaan di Harian Mimbar Umum pada tahun 1954. Dia
diterima di media itu. Tamat SMA, dia fokus menjadi wartawan sehingga bisa
keliling wilayah Asia dan ASEAN.
Dalam perjalanan karirnya, TWH
pernah menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia untuk meliput pemilihan
Presiden Ronald Reagen periode kedua pada tahun 1980-an bersama 27 jurnalis
dari seluruh dunia. Di sinilah TWH bisa menginjakkan kaki di Amerika dan sempat
menaiki gedung pencakar langit World Trade Center yang kini sudah runtuh saat
peristiwa 11 September 2001.
Tahun 2011, Muhammad TWH
mendapatkan “Press Card Number One” atau Kartu Pers Nomor Satu dari
PWI Pusat. Tidak semua wartawan senior dapat memilikinya. Press Card Number One
adalah bukti bahwa TWH seorang wartawan profesional dengan kompetensi dan
integritas tinggi.
Sebagai pejuang, TWH yang
pernah menjadi Humas Legiun Veteran RI Sumut, pernah pula menerima penghargaan sebagai Tokoh Kurator Komunikasi
Jurnalistik dalam ajang Anugerah Komunikasi Indonesia 2018 di Bandung, Jawa
Barat.
Sebagai seorang wartawan
hebat, TWH juga seorang penulis handal. Dia sudah menulis 28 buku sejak tahun
1986. Mulai dari buku “Pertarungan di Front Barat Medan Area” Hingga buku terbaru berjudul Sejarah Pers dan Pendidikan
Dasar Perfilman Sumut”.
Dia juga rajin dan hobi
mengumpulkan setiap dokumen pers, sejarah, buku-buku, surat kabar tua,
foto-foto, nama-nama pejuang dan perannya, kliping koran dan sebagainya. Mulai
dari wilayah Aceh, Sumut dan Sumatera Tengah (Sumbar, Riau dan Jambi).
“Harta karun” yang ribuan jumlahnya itulah yang kini memenuhi Museum
Perjuangan Pers Sumut. Hebatnya, TWH hapal semua jenis barang yang dikoleksi
beserta semua latar belakang sejarahnya.
Kini, TWH memang sedang
merindu. Di umurnya yang sudah menginjak 89 tahun, dia rindu ada pihak lain
yang akan memindahkan museum dari rumahnya. Dia ingin, agar sejarah Pers di
Sumut dan Sumatera, bahkan di Indonesia, tidak hilang begitu saja. Jika kelak
dia sudah tiada, semua dokumen penting ini, bisa terawat dan terjaga sepanjang
masa.
Menurut Wartawan senior Sumut,
H. Ronny Simon, itulah sebabnya, TWH selalu sedih dan menangis jika ada pejabat
dan wartawan berkunjung ke rumah dan museumnya. Karena dia berharap, profesi
wartawan tidak boleh punah serta ada perhatian pemerintah untuk menjaga
warisannya.
Ronny yang sehari-hari
mendampingi TWH sebagai Wakil Ketua Museum menyebut, harapan kepada pemerintah
Sumatera Utara melalui Wakil Gubernur yang pernah berkunjung dan berjanji,
selalu ditunggu dan dirindukan TWH realisasinya.
Juga harapan TWH kepada Bobby
Nasution yang kini sudah terpilih menjadi Walikota Medan, menjadi semangat dan
harapan hidupnya. Kata TWH, dia merindukan semua janji-janji itu menjadi
kenyataan.
“Setahu saya hingga kini,
museum ini, ya seperti inilah. Tak ada sesiapun yang membantu. Semua biaya masih
kami tanggulangi sendiri. Mulai dari biaya pemeliharaan hingga listrik, termasuk biaya konsumsi tamu-tamu penting.
Saya pun berharap, semua janji ditepati dan saya juga merindukan sebuah museum
Pers yang representatif,” kata Ronny Simon yang juga tercatat sebagai
salah seorang Ahli Pers di Indonesia.*
Penulis : H Dheni Kurnia, Ketua Dewan Kehormatan Provinsi (DKP) PWI
Riau dan Ketua Jaringan Media Siber Indonesia Riau.